Kritik & saran positif silakan di email abd.kholik99@gmail.com / abd.kholik67@yahoo.com

Senin, 23 Mei 2016

Ingin Merokok, Pria Ini Coba Buka Pintu Pesawat di Ketinggian 11.500 Meter


BERLIN, KOMPAS.com — Sebuah pesawat milik maskapai penerbangan Jerman, Lufthansa, terpaksa mengalihkan tujuannya setelah seorang penumpang mencoba membuka pintu pesawat di ketinggian 38.000 kaki alias 11.500 meter.

Alasan penumpang itu sungguh tak masuk akal, yaitu dia mencoba membuka pintu karena ingin merokok.

Alhasil, pesawat dengan tujuan Vancouver, Kanada, itu terpaksa melakukan pendaratan di Hamburg setelah lepas landas dari kota Muenchen.

Di bandara Hamburg, kru kabin kemudian menurunkan penumpang yang dianggap membahayakan keselamatan penerbangan itu.

Kepolisian Hamburg membenarkan bahwa sebuah tim penyelamat, termasuk di dalamnya seorang dokter, dikirim untuk menjemput pria itu. Setelah didiagnosis, ternyata penumpang itu mengalami masalah kejiwaan.

"Saya mendengar ada pria yang duduk di barisan belakang pesawat berteriak dan mengamuk. Dia kemudian mencoba membuka pintu belakang pesawat di ketinggian 38.000 kaki," kata Dan Iosch, salah seorang penumpang pesawat itu.

Sejak awal, lanjut Iosch, penumpang itu sejak awal sudah menimbulkan masalah, tetapi kru pesawat tetap memutuskan untuk berangkat.

"Saya kira saat pesawat sudah mengudara, penumpang itu semakin gelisah dan dia mencoba menyalakan rokok. Dia terus-menerus berteriak," tambah Iosch.

Alhasil, kedatangan pesawat itu di Vancouver terlambat selama tiga jam. Meski demikian, Iosch memuji sang kapten.

"Kaptennya sangat hebat. Dia tetap tenang dan bisa mengatasi masalah ini dengan mengarahkan pesawat ke Hamburg," kata Iosch.

Editor: Ervan Hardoko

Sumber: Mirror


©2016 PT. Kompas Cyber Media

BI Mau Longgarkan Aturan KPR Wahyu Daniel - detikFinance


Foto: Grandyos Zafna

Jakarta - Demi mendorong perekonomian yang melambat di kuartal I-2016, Bank Indonesia (BI) bergerak cepat. Langkah yang tengah dikaji BI adalah melonggarkan aturan kredit di sektor properti.

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, mengatakan BI sedang mengkaji pelonggaran aturan makroprudensial terkait sektor properti.

"Bisa saja pelonggaran tersebut adalah mencakup pelonggaran pembiayaan rumah kedua, atau bisa saja terkait aturan uang muka (aturan LTV atau Loan to Value ratio)," jelas Mirza kepada detikFinance, Selasa (24/6/2016).

Seperti diketahui, pada Juni 2015 lalu, BI sudah melonggarkan aturan LTV atas kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit kepemilikan apartemen.

Loan To Value (LTV) untuk KPR maupun KPA konvensional dinaikkan 10%, sementara untuk syariah sebesar 5%. Artinya, DP KPR konvensional lebih ringan hanya 20% dari sebelumnya 30%, untuk syariah menjadi hanya 15%.

Aturan ini mulai diberlakukan 18 Juni 2015 seiring keluarnya PBI No.17/10/2015 mengenai Rasio Loan To Value atau Rasio Financing To Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti.

BI tengah mengkaji kembali kelonggaran aturan ini. Selain itu, BI juga mengkaji untuk melonggarkan pembiayaan kredit perbankan untuk kepemilikan rumah kedua. Saat ini, uang muka (downpayment/DP) rumah kedua dan ketiga memang diatur lebih mahal.

Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaadmadja, meminta adanya pelonggaran atas properti di bawah Rp 2 miliar tersebut diharapkan bisa juga diberlakukan pada aturan Loan To Value(LTV) sehingga bisa memberikan keringanan kepada nasabah untuk bisa membeli rumah.
(wdl/ang)


Copyright © 2016 detikcom, All Rights Reserved


Minggu, 22 Mei 2016

Produksi Kopi Luwak Meningkat

Senin, 23 Mei 2016 | 09:20 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Sejumlah perajin kopi luwak di Kabupaten Lampung Barat menyebutkan produksi kopi premium mereka mulai meningkat sehubungan dengan panen kopi mulai berlangsung di daerah itu.

"Sekarang baru permulaan panen kopi, dan puncaknya diperkirakan Juni sampai Agustus. Karenanya, kita mampu tingkatkan produksi kopi luwak untuk memenuhi permintaan pasar," kata Kabid Mutu Gabungan Kopi Luwak Robusta (GKLR) Lampung Barat Sukardi, Senin (23/5). 

Ia menyebutkan para perajin kopi luwak mulai berproduksi karena bahan bakunya, yakni buah kopi matang, sudah terpenuhi. Dalam sebulan, sekitar 10 perajin kopi luwak aktif yang bergabung dalam GKLR Lampung Barat mampu memproduksi sedikitnya 500 kg biji kopi luwak atau 300 kg bubuk kopi luwak.

"Produksi bisa digenjot untuk permintaan pasar. Produksi selalu kami sesuaikan dengan permintaan pasar karena terkait biaya produksinya," kata perajin kopi luwak dengan merek Kupi Musong Liwa itu.

Ia sendiri mampu memproduksi biji kopi luwak sekitar 100 kg dalam sebulan, dan setiap bulan rutin memproduksi 50 kg kopi luwak.

"Pesanan masih langsung ke perajin, belum melalui asosiasi. Meski demikian, mutu tetap kita jadikan sebagai prioritas dalam memproduksi kopi luwak," katanya.

Harga kopi luwak robusta di Jakarta dalam bentuk biji (greenbean) mencapai Rp500 ribu/kg, sedang biji kopi goreng (roastbean) mencapai Rp1 juta/kg. Di Lampung Barat, harga biji kopi luwak Rp300 ribu/kg dan kopi goreng Rp450 ribu/kg.

Copyright © 2015 republika.co.id, All right reserved

Rabu, 17 September 2014

RINGKASAN ILMU HUKUM PAJAK (ABDUL KHOLIK, S.H.)

Hukum pajak juga disebut hukum fiskal adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan hukum yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak).
Pajak menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk dan yang gunannya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan. Atau dengan kata lain pajak adalah suatu species ke dalam genus pungutan dalam arti luas dengan menitik beratkan pada fungsi budgeter dari pajak itu sendiri.
Defenisi pajak menurut beberapa ahli antara lain :
a.     Leroy Beaulieu (1906), pajak adalah bantuan baik secara langsung maupun tidak dapat dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang untuk menutup belanja pemerintah.
b.      Deutsche Reicht Abgaben Ordnung (RAO 1919), pajak adalah bantuan uang secara insiedntal (secara periodik) yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara) untuk memperoleh pendapatan.
c.      Mr. Dr. N. J. Feldman (1949), pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum tanpa ada kontrasepsi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
d.    Dr. Soeparman Soemahamidjaja (1964), pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Ciri-ciri Yang Melekat Pada Pengertian Pajak
Berdasarkan defenisi-defenisi pajak diatas, maka berikut ciri-ciri yang selalu melekat pada pajak yakni :
a. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.
b.  Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontrasepsi individual oleh pemerintah.
c.      Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.
d.   Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
e.      Pajak dapat membiayai tujuan yang tidak budgeter yakni megatur.

Retrubusi
Retribusi pada umumnya hubungan dengan dengan prestasi kembalinya adalah langsung sebab pembayaran retribusi untuk mendapatkan suatu prestasi tertentu dari pemerintah. Misalnya Pembayaran uang sekolah/kuliah, uang ujian, pembayaran PLN, Pembayaran Abodemen Air, telepon, gas dan lain sebagainya.
Sumbangan
Istilah sumbangan mengandung pikiran bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu tidak boleh dikeluarkan dari kas umum, karena pretasi itu ditujukan kepada penduduk seluruhnya, tetapi hanya untuk sebagian tertentu saja. Paksaan untuk pajak dan sumbangan bersifat yuridis artinya akan membawa akibat-akibat hukum untuk pelangganya dengan perbedaan bahwa pada pajak sifat memaksanya umumnya jauh lebih kuat daripada sumbangan. Sedangakn dalam retribusi paksaannya umumnya bersifat ekonomis sehingga pada hakikatnya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan untuk membayarnya atau tidak.
Sumber Penghasilan Negara adalah sebagi berikut:
a. Perusahaan-perusahaan negara, baik bersifat monopoli seperti : pos, telekomunikasi, listrik, dan kereta api dan lain sebagainya yang tarifnya disesuaikan dengan kebutuhan umum, maupun perusahaan negara yang tidak bersifat monopoli seperti : pertambangan, perkebunan dan lain sebagainya.
b.  Barang-barang milik pemerintah atau yang dikuasai pemerintah, baik berupa tanah dan saham negara dan lain sebagainya
c.      Denda-denda dan perampasan-perampasan untuk kepentingan  umum.
d.     Hak-hak waris atas harta peninggalan terlantar.
e.      Hibah-hibah wasiat dan hibah lainnya seperti dari PBB
f.       Iuran : Pajak, Retribusi dan Sumbangan.

Hukum pajak adalah sebagian dari hukum publik yang merupakan bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dan warganya atau dengan kata lain mengatur pemerintahan. Yang termasuk ke dalam hukum publik adalah hukum tata negara, hukum pidana, dan hukum administratif, dimana hukum pajak merupakan bagian dari hukum administratif. Hukum perdata merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara orang-orang pribadi. Karena sebagian besar hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian-kejadian, keadaan-keadaan, dan perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam lingkungan perdata seperti : pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan, pemindahan hak karena warisan, dan lain sebagainya.
Hubungan erat hukum perdata dan hukum pajak disebakan kenyataan bilamana diperlukan suatu kupasan mengenai persoalan yang tidak dijelaskan dalam undang-undang. Sebaliknya pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata adalah akibat ketentuan lex spesialis (peraturan istimewa) harus diberi tempat yang lebih utama dari lex generalis (peraturan umum) maka dalam setiap hukum pajak harus juga dalam dalam penafsiran peraturan yang istimewa.
Terlepas dari kesadaran warga dan solidaritas nasional, tidak sedikit pula warga negara/masyarakat meloloskan diri dari setiap pajak. Perlawanan yang dimaksud ada dua bagian baik bersifat pasif maupun perlawanan aktif. Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak dan erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, dengan perkembangan  intelektual dan moral penduduk dan dengan teknik pemungutan pajak itu sendiri. Sedangkan  perlawanan aktif adalah meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak dinataranya: penghindaran diri dari pajak, pengelakan/penyelundupan pajak, Melalaikan pajak.
Pembayaran pajak dengan mudah dapat dihindari denga tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak yakni dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak. Menghindari pajak yang merupakan gejala biasa pada pajak-pajak atas penggunaan, biayanya dilakukan dengan penahanan diri atau dengan penggunaan surogat : orang-orang yang mengurangi atau menekan komsumsinyadalam barang-barang yang dikenakan pajak ataupun orang yang menggantikannya dengan surogat yang tidak atau kurang dikenakan pajak.
Menghindarkan diri dari pajak tidak selalu dilaksanakan, sebab tidak dapat menghindari semua unsur atau fakta yang dapat dikenakan pajak. Pengelakan pajak merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Perusahaan besar justru yang sering mengelakkan  pajak yang bisa berakibat kepada kerugian karena mengalami kesulitan dalam pengelolaan dan pembinaan perusahaan yang mengharuskan untuk mengadakan tata buku presis yang pemalsuanya menimbulkan kerugian yang lebih besar daripada keuntungan yang diharapkan karena tidak membayar pajak. Akibat dari peneglakan pajak mencakup bidang keuangan, ekonomi dan psikologi.

Melalaikan pajak adalah menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas yang harus dipenuhi. Menurut Prof. Mr. H. J. Hofsra (Guru besar hukum pajak Universitas Leyden)  kategori penghindaran diri dari pajak merupakan suatu gejala. Penghindaran diri secara yuridis adalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang. Hukum pidana dalam KUHP yang mengatur penyimpangan prinsip utama hukum pidana umum yang terdapat dalam undang-undang pajak yang timbul dari dasar pikiran karena bagaimanapun juga fiskus harus diberi penggantian kerugian-kergian yang timbul dari hukum pajak. Adapun batas-batas antara tugas aturan-aturan hukuman dalam undang-undang pajak dinamakan hukum pidana fiskal dan juga ada hukum pidana sipil.