Hukum
pajak juga disebut hukum fiskal adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan
yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia
merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara
negara dan orang-orang atau badan-badan hukum yang berkewajiban membayar pajak
(wajib pajak).
Pajak
menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung
ditunjuk dan yang gunannya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
yang berhubungan dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan. Atau
dengan kata lain pajak adalah suatu species
ke dalam genus pungutan dalam
arti luas dengan menitik beratkan pada fungsi budgeter dari pajak itu sendiri.
Defenisi pajak menurut beberapa ahli antara lain :
a. Leroy
Beaulieu (1906), pajak adalah bantuan baik secara langsung maupun tidak dapat
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang untuk menutup
belanja pemerintah.
b. Deutsche Reicht Abgaben Ordnung (RAO 1919),
pajak adalah bantuan uang secara insiedntal (secara periodik) yang dipungut
oleh badan yang bersifat umum (negara) untuk memperoleh pendapatan.
c. Mr.
Dr. N. J. Feldman (1949), pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh
dan terutang kepada penguasa menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum
tanpa ada kontrasepsi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum.
d.
Dr. Soeparman
Soemahamidjaja (1964), pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Ciri-ciri Yang Melekat Pada Pengertian Pajak
Berdasarkan defenisi-defenisi pajak diatas, maka
berikut ciri-ciri yang selalu melekat pada pajak yakni :
a. Pajak
dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.
b. Dalam
pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontrasepsi individual oleh
pemerintah.
c. Pajak
dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.
d. Pajak
diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan
untuk membiayai public investment.
e. Pajak
dapat membiayai tujuan yang tidak budgeter
yakni megatur.
Retrubusi
Retribusi
pada umumnya hubungan dengan dengan prestasi kembalinya adalah langsung sebab
pembayaran retribusi untuk mendapatkan suatu prestasi tertentu dari pemerintah.
Misalnya Pembayaran uang sekolah/kuliah, uang ujian, pembayaran PLN, Pembayaran
Abodemen Air, telepon, gas dan lain sebagainya.
Sumbangan
Istilah
sumbangan mengandung pikiran bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi
pemerintah tertentu tidak boleh dikeluarkan dari kas umum, karena pretasi itu
ditujukan kepada penduduk seluruhnya, tetapi hanya untuk sebagian tertentu
saja. Paksaan untuk pajak dan sumbangan bersifat yuridis artinya akan membawa
akibat-akibat hukum untuk pelangganya dengan perbedaan bahwa pada pajak sifat
memaksanya umumnya jauh lebih kuat daripada sumbangan. Sedangakn dalam
retribusi paksaannya umumnya bersifat ekonomis sehingga pada hakikatnya
diserahkan kepada pihak yang berkepentingan untuk membayarnya atau tidak.
Sumber Penghasilan Negara adalah sebagi berikut:
a. Perusahaan-perusahaan
negara, baik bersifat monopoli seperti : pos, telekomunikasi, listrik, dan
kereta api dan lain sebagainya yang tarifnya disesuaikan dengan kebutuhan umum,
maupun perusahaan negara yang tidak bersifat monopoli seperti : pertambangan,
perkebunan dan lain sebagainya.
b. Barang-barang
milik pemerintah atau yang dikuasai pemerintah, baik berupa tanah dan saham
negara dan lain sebagainya
c. Denda-denda
dan perampasan-perampasan untuk kepentingan
umum.
d. Hak-hak
waris atas harta peninggalan terlantar.
e. Hibah-hibah
wasiat dan hibah lainnya seperti dari PBB
f. Iuran
: Pajak, Retribusi dan Sumbangan.
Hukum
pajak adalah sebagian dari hukum publik yang merupakan bagian dari tata tertib
hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dan warganya atau dengan kata lain
mengatur pemerintahan. Yang termasuk ke dalam hukum publik adalah hukum tata
negara, hukum pidana, dan hukum administratif, dimana hukum pajak merupakan
bagian dari hukum administratif. Hukum perdata merupakan bagian dari
keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara orang-orang pribadi. Karena
sebagian besar hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas
kejadian-kejadian, keadaan-keadaan, dan perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak
dalam lingkungan perdata seperti : pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan,
pemindahan hak karena warisan, dan lain sebagainya.
Hubungan
erat hukum perdata dan hukum pajak disebakan kenyataan bilamana diperlukan
suatu kupasan mengenai persoalan yang tidak dijelaskan dalam undang-undang.
Sebaliknya pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata adalah akibat ketentuan lex spesialis (peraturan istimewa) harus
diberi tempat yang lebih utama dari lex
generalis (peraturan umum) maka dalam setiap hukum pajak harus juga dalam
dalam penafsiran peraturan yang istimewa.
Terlepas
dari kesadaran warga dan solidaritas nasional, tidak sedikit pula warga
negara/masyarakat meloloskan diri dari setiap pajak. Perlawanan yang dimaksud
ada dua bagian baik bersifat pasif maupun perlawanan aktif. Perlawanan pasif
terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak dan erat
hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk dan dengan
teknik pemungutan pajak itu sendiri. Sedangkan
perlawanan aktif adalah meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak
dinataranya: penghindaran diri dari pajak, pengelakan/penyelundupan pajak,
Melalaikan pajak.
Pembayaran
pajak dengan mudah dapat dihindari denga tidak melakukan perbuatan yang memberi
alasan untuk dikenakan pajak yakni dengan meniadakan atau tidak melakukan
hal-hal yang dapat dikenakan pajak. Menghindari pajak yang merupakan gejala
biasa pada pajak-pajak atas penggunaan, biayanya dilakukan dengan penahanan
diri atau dengan penggunaan surogat : orang-orang yang mengurangi atau menekan
komsumsinyadalam barang-barang yang dikenakan pajak ataupun orang yang
menggantikannya dengan surogat yang tidak atau kurang dikenakan pajak.
Menghindarkan
diri dari pajak tidak selalu dilaksanakan, sebab tidak dapat menghindari semua
unsur atau fakta yang dapat dikenakan pajak. Pengelakan pajak merupakan
pelanggaran terhadap undang-undang. Perusahaan besar justru yang sering
mengelakkan pajak yang bisa berakibat
kepada kerugian karena mengalami kesulitan dalam pengelolaan dan pembinaan
perusahaan yang mengharuskan untuk mengadakan tata buku presis yang pemalsuanya
menimbulkan kerugian yang lebih besar daripada keuntungan yang diharapkan
karena tidak membayar pajak. Akibat dari peneglakan pajak mencakup bidang
keuangan, ekonomi dan psikologi.
Melalaikan
pajak adalah menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi
formalitas yang harus dipenuhi. Menurut Prof. Mr. H. J. Hofsra (Guru besar
hukum pajak Universitas Leyden) kategori
penghindaran diri dari pajak merupakan suatu gejala. Penghindaran diri secara
yuridis adalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang. Hukum pidana
dalam KUHP yang mengatur penyimpangan prinsip utama hukum pidana umum yang
terdapat dalam undang-undang pajak yang timbul dari dasar pikiran karena
bagaimanapun juga fiskus harus diberi penggantian kerugian-kergian yang timbul
dari hukum pajak. Adapun batas-batas antara tugas aturan-aturan hukuman dalam
undang-undang pajak dinamakan hukum pidana fiskal dan juga ada hukum pidana
sipil.